Rakyat Penambang Tak Butuh Tuhan, Mereka Sudah Punya ACP!”

0
7

Rakyat Penambang Tak Butuh Tuhan, Mereka Sudah Punya ACP!”

LIDIKKRIMSUSNews.Com—Sanggau, Kalbar — Kalau soal makan, para penambang rakyat di pedalaman Kalimantan Barat sudah lama tak mengandalkan langit. Bukan karena mereka kafir. Bukan karena mereka lupa Tuhan. Tapi karena yang selama ini memberi makan, bukan malaikat turun dari surga, melainkan ACP — alat, kerja keras, dan pasir emas di dasar sungai.

Di negeri yang katanya menjunjung tinggi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, penambang rakyat malah hidup seperti pesakitan. Dicap perusak, diburu aparat, dikutuk tokoh, ditinggal negara. Tapi ironisnya, dari aliran sungai yang mereka gali itu, ratusan perut anak-anak, istri, orang tua, bahkan tetangga di kampung mereka tetap bisa makan. Sekolah tetap berjalan, rumah tetap berdiri, listrik tetap menyala — bukan dari bansos, bukan dari proyek negara, tapi dari “dinar kotor” yang mereka hasilkan sendiri.

Sementara negara? Menonton.

Negara hadir ketika saatnya menggusur. Negara cepat tanggap ketika alat berat dianggap ilegal. Tapi negara mendadak tuli ketika rakyat berseru: “Kami hanya ingin hidup, tidak mencuri, tidak merampok, hanya menggali tanah kami sendiri demi sesuap nasi.”

“Kalau percaya pada Tuhan, maka Tuhan akan memberi makan,” kata seorang pejabat dalam pidatonya. Sayangnya, yang tak dijelaskan adalah: makan pakai apa? Sementara perizinan legal tambang rakyat diabaikan, WPR tak kunjung disahkan, dan solusi cuma datang dalam bentuk spanduk larangan.

Seorang penambang di Sungai Bemban berkata lirih, “ACP itu tuhan kami. Karena hanya alat, kerja, dan pasir inilah yang memberi makan anak-istri kami.” Kalimat itu bukan bentuk pengingkaran. Itu jeritan dari rakyat yang ditinggal negara, tapi tetap dipaksa bertahan hidup dengan cara sendiri.

Jadi, sebelum menyebut rakyat penambang durhaka atau tidak taat hukum, cobalah sekali saja turun dan rasakan bagaimana rasanya menggantungkan hidup pada sungai yang diperas kapital, sementara negara hanya berdiri di pinggir, menonton tanpa malu.

Tim : Investigasi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini