Peredaran Rokok HELIUM Ilegal di Kalbar Kian Meluas, Negara Dirugikan Miliaran Rupiah

0
42

LIDIKKRIMSUSNEWS.COM|Pontianak, Kalbar — Senin, 14 April 2025|Peredaran rokok ilegal merek HELIUM kian menjamur di Kalimantan Barat, terutama di hampir setiap sudut Kota Pontianak. Fenomena ini menimbulkan keprihatinan serius, mengingat dampaknya yang merugikan negara hingga miliaran rupiah akibat kebocoran pajak cukai.

Meskipun sering menjadi sorotan media, penjualan rokok HELIUM yang tidak dilengkapi pita cukai asli justru semakin masif. Hingga saat ini, belum terlihat adanya tindakan tegas dan signifikan dari pihak Bea Cukai maupun aparat penegak hukum lainnya yang bisa memberi efek jera terhadap para pelaku usaha, khususnya distributor rokok ilegal tersebut.

Dari hasil investigasi yang dilakukan tim awak media pada Kamis, 10 April 2025 pukul 10.30 WIB, terungkap bahwa rokok bermerek HELIUM BLUE FANS dan HELIUM ULTRA BLACK beredar luas di pasaran dengan harga yang tidak sesuai dengan tarif cukai resmi. Harga yang tertera pada pita cukai adalah Rp8.700 untuk 12 batang, sementara di pasaran rokok tersebut dijual Rp17.000 untuk 20 batang. Artinya, ada 8 batang rokok per bungkus yang diduga tidak terjangkau oleh mekanisme cukai.

Dalam kunjungan ke Kantor Bea Cukai Pontianak, Kasi Penindakan Sy. Ummar menyatakan bahwa secara kasat mata, pita cukai yang melekat terlihat seperti asli. Namun, setelah diamati lebih dekat, terdapat indikasi kuat bahwa pita tersebut adalah duplikat. “Keaslian pita cukai hanya bisa dibuktikan melalui uji laboratorium di Jakarta. Tapi secara visual terlihat seperti asli. Permainan para pengusaha HELIUM ini ada pada jumlah isi rokok yang tidak sesuai dengan pita cukai,” ujarnya.

Ia menambahkan, “Pita cukai tersebut semestinya untuk kemasan berisi 12 batang. Namun yang beredar di pasaran berisi 20 batang. Jika kita mengetahui lokasi gudangnya, kita bisa langsung melakukan pemeriksaan,” tegasnya.

Sementara itu, Mulyadi, Sekretaris Lembaga Perlindungan Konsumen Kalbar, pada Minggu, 13 April 2025, menyampaikan bahwa fenomena ini bukanlah hal baru. “Ini cerita lama tapi terus berulang dan tetap hangat di media sosial. Aparat seakan bungkam, padahal jelas-jelas negara dirugikan dari sisi penerimaan cukai,” katanya.

Menurut Mulyadi, kebocoran cukai ini dapat dikalkulasikan secara kasar: setiap bungkus berisi 8 batang rokok yang tidak tercakup dalam pita cukai. Bila satu batang dikenakan cukai tertentu, dikalikan delapan, lalu dikalikan lagi dengan jumlah rokok dalam satu kardus (sekitar Rp625.000 hingga Rp650.000), lalu dikalikan lagi dengan satu kontainer, maka total kerugian negara mencapai angka fantastis dalam setahun—puluhan miliar rupiah.

Ia menegaskan bahwa pelanggaran ini seharusnya bisa ditindak sesuai ketentuan dalam Undang-Undang. Di antaranya:

UU No. 39 Tahun 2007 tentang perubahan atas UU No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai,

UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,

dan PP No. 5 Tahun 2001.

Pasal 54 dan 55 huruf (b) UU Cukai menyatakan bahwa distributor atau pengedar rokok ilegal dapat diancam hukuman pidana penjara antara 1 hingga 8 tahun, serta denda 10 hingga 20 kali lipat dari nilai cukai yang semestinya dibayarkan.

“Sekarang kita bertanya, apa yang membuat aparat kita tidak bergerak tegas? Apakah karena tidak tahu, tidak mau tahu, atau ada pembiaran yang disengaja?” tutur Mulyadi penuh tanya.

Ia menutup pernyataannya dengan mendesak para pejabat penegak hukum dan instansi terkait agar bersikap lebih transparan, tegas, dan efektif dalam menindak segala bentuk peredaran rokok ilegal yang merugikan negara.

 

Sumber : Tim Liputan/Mul

Redaksi Kalbar

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini