Kelangkaan Solar Subsidi di Kalbar: Dr. Herman Hofi Soroti Gagalnya Tata Kelola Distribusi BBM

0
29

Lidikkrimsusnews.com|Pontianak, Rabu 21 Mei 2025 — Kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar bersubsidi di Kalimantan Barat (Kalbar) kembali menjadi sorotan tajam. Antrean panjang truk di berbagai Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) bukan hanya mengganggu lalu lintas, tapi juga memperlihatkan adanya persoalan struktural dalam tata kelola distribusi energi bersubsidi di daerah ini.

Dr. Herman Hofi Law, pengamat kebijakan publik, menilai bahwa persoalan solar subsidi bukan semata soal logistik, melainkan krisis tata kelola dan kegagalan manajemen distribusi yang sudah berlangsung bertahun-tahun tanpa solusi konkret.

“Solar subsidi adalah komoditas strategis yang diperuntukkan bagi kelompok rentan dan sektor vital seperti nelayan, petani, serta transportasi publik. Namun, faktanya hari ini, kelangkaannya justru menjadi ancaman serius bagi distribusi barang dan stabilitas harga di Kalbar,” kata Herman kepada media ini di Pontianak.

Pertamina, sebagai BUMN yang ditugaskan negara untuk mendistribusikan BBM subsidi, dinilai tidak mampu mengelola pasokan secara transparan dan akuntabel. Depot Pertamina Kalbar yang menjadi simpul utama penyaluran ke seluruh wilayah, dinilai gagal menerapkan sistem kontrol internal yang efektif.

Herman menegaskan bahwa tidak adanya transparansi data kuota harian maupun mingguan BBM subsidi menjadi penyebab utama lemahnya pengawasan publik dan akuntabilitas distribusi.

“Tidak ada akses publik terhadap data distribusi, tidak ada pelacakan digital yang bisa diawasi pemda atau masyarakat. Ini adalah bentuk pengabaian prinsip good governance dalam pengelolaan subsidi negara,” ujarnya.

Selain itu, Herman juga mengungkap dugaan kuat adanya kebocoran solar subsidi ke sektor industri dan spekulan. Ia menyebut pola kerja sama “gelap” antara oknum distributor, SPBU, dan pemegang kebijakan sebagai biang keladi kerusakan sistem.

“Bocornya subsidi ke sektor tak berhak menunjukkan ada kolaborasi jahat di balik layar. Penegakan hukum terhadap pelanggaran distribusi nyaris nihil. Banyak kasus berhenti di penyelidikan tanpa ada sanksi nyata,” tegasnya.

Lebih jauh, Herman menyoroti kelemahan data sebagai akar dari penyaluran yang tak tepat sasaran. Ia menilai bahwa kuota yang ditetapkan pusat seringkali tidak relevan dengan kebutuhan riil di lapangan karena basis data pengguna yang usang dan tak diperbaharui secara berkala.

Ia mendorong agar Pertamina Kalbar segera diaudit secara menyeluruh dan diwajibkan membangun sistem informasi distribusi real-time yang dapat diakses oleh pemerintah daerah dan pengawas independen.

“Setiap liter solar subsidi harus bisa dilacak dari hulu ke hilir. Pemda pun tidak boleh diam. Mereka harus aktif melakukan pemantauan dan memberikan laporan terbuka kepada publik tentang berapa kuota yang diterima, disalurkan, dan ke mana saja barang itu bergerak,” ujarnya.

Sebagai penutup, Herman mengingatkan bahwa subsidi BBM adalah instrumen negara untuk memastikan keadilan energi. Jika distribusinya cacat, maka yang paling terdampak adalah masyarakat miskin dan pelaku usaha kecil yang justru menjadi prioritas negara dalam setiap kebijakan energi.

 

 

Sumber: Dr.Herman Hofi Law

Red/Tim*

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini