Antara Larangan dan Keadilan Sosial: APRI Sanggau Serukan Legalisasi Tambang Rakyat Demi Kesejahteraan Sesuai Amanat Konstitusi

0
10

Antara Larangan dan Keadilan Sosial: APRI Sanggau Serukan Legalisasi Tambang Rakyat Demi Kesejahteraan Sesuai Amanat Konstitusi

LIDIK KRIMSUSNews.Com —Sanggau, 26 Juli 2025 — Rapat yang digelar di Gedung Lawang Kuari, Kecamatan Bonti, Kabupaten Sanggau pada awal Juli 2025 menjadi sorotan serius berbagai kalangan. Di tengah keprihatinan terhadap maraknya aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI), pemerintah kecamatan dan jajaran Forkopimcam secara tegas mengeluarkan ultimatum penghentian total aktivitas tambang rakyat.

Namun, di balik keputusan tegas tersebut, muncul pertanyaan yang lebih mendasar: apakah pendekatan penutupan sepihak tanpa memberikan solusi legal bagi penambang rakyat sejalan dengan amanat konstitusi dan visi besar pembangunan nasional?

UUD 1945 dan Suara Konstitusi Rakyat Kecil

Sebagaimana tertuang dalam Pasal 33 ayat (1) dan (2) UUD 1945, negara menegaskan bahwa bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Amanat konstitusi ini mengandung makna bahwa setiap kebijakan terhadap sumber daya alam tidak boleh hanya mengedepankan aspek hukum positif semata, tetapi harus bertumpu pada keadilan sosial dan keberpihakan terhadap rakyat kecil.

Ketua DPC APRI (Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia) Kabupaten Sanggau, Tombang Manalu, menilai bahwa larangan total terhadap PETI tanpa disertai percepatan pembukaan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) justru bertentangan dengan semangat konstitusi.

“Kami bukan menolak aturan. Kami menolak ketidakadilan. Penambang rakyat bukan penjahat, tapi korban ketertinggalan regulasi yang belum membuka ruang legal untuk mereka,” tegas Tombang.

Hilirisasi Tak Harus Dimonopoli Korporasi

Lebih jauh, APRI Sanggau menyoroti bahwa arah pembangunan nasional yang digaungkan Presiden RI Joko Widodo melalui program hilirisasi sejatinya memberi ruang besar bagi pengelolaan sumber daya oleh rakyat di hulu, bukan sekadar mendorong ekspor produk turunan oleh korporasi di hilir.

Dalam berbagai pidatonya, Presiden menekankan pentingnya membangun nilai tambah dari sumber daya alam di dalam negeri, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan pendapatan masyarakat lokal.

“Kalau hilirisasi hanya dinikmati korporasi besar, sementara rakyat di hulu justru ditutup aksesnya, ini bukan hilirisasi berkeadilan. Tambang rakyat adalah bagian dari ekosistem hilirisasi yang berkeadilan sosial,” lanjut Tombang.

APRI menegaskan, membangun tambang rakyat yang legal, tertib, dan ramah lingkungan adalah bentuk konkret hilirisasi berbasis kerakyatan. Oleh karena itu, perlu ada kemauan politik dari pemerintah daerah untuk segera membuka WPR sebagai jalan tengah menuju keadilan regulasi.

Stigma yang Harus Diluruskan: Tambang Rakyat Bisa Ramah Lingkungan

Selama ini, penambang rakyat kerap dilekatkan dengan stigma sebagai perusak lingkungan. Tombang Manalu menolak generalisasi tersebut. Menurutnya, APRI telah banyak melakukan pelatihan, sosialisasi, dan pendampingan kepada penambang rakyat agar menerapkan praktik tambang yang bertanggung jawab dan minim dampak ekologis.

“Kami sadar lingkungan harus dijaga. Tapi jangan hanya rakyat yang dibebani. Kami siap mendukung tambang ramah lingkungan, tapi tolong beri kami legalitas,” ujarnya.

APRI juga menyarankan agar pemerintah tidak hanya bertindak represif, tetapi mengedepankan pembinaan, kemitraan, dan pendekatan partisipatif dalam menyelesaikan persoalan PETI. Dengan begitu, negara hadir bukan sebagai penekan, tetapi sebagai fasilitator kesejahteraan rakyat.

Menanti Keberpihakan Nyata Pemerintah Daerah

APRI Sanggau menyerukan agar pemerintah daerah tidak sekadar menjalankan surat edaran, tetapi juga proaktif mendorong Kementerian ESDM melalui Dinas terkait untuk segera membuka WPR di Kabupaten Sanggau. Sudah terlalu lama masyarakat menunggu, dan semakin lama ditunda, semakin besar potensi konflik, kriminalisasi, dan ketimpangan sosial yang terjadi.

“Kami siap duduk bersama, berdialog, dan mencari solusi. Tapi hentikan pendekatan satu arah yang menyudutkan rakyat,” pungkas Tombang.

Kesimpulan: Keseimbangan antara Hukum, Lingkungan, dan Keadilan

Solusi terhadap tambang rakyat harus berlandaskan tiga keseimbangan utama: tegaknya hukum, terjaganya lingkungan, dan terjaminnya kesejahteraan rakyat. Negara tidak boleh hanya kuat kepada rakyat kecil tapi lemah terhadap pengusaha besar. Forkopimcam sebagai perpanjangan tangan pemerintah seharusnya tidak hanya melaksanakan larangan, tetapi juga menjadi jembatan aspirasi rakyat kepada negara.

Legal, tertib, dan ramah lingkungan bukan utopia—itulah cita-cita yang sedang diperjuangkan APRI. Bukan untuk segelintir orang, tapi untuk ribuan keluarga di pedalaman Kalbar yang berharap hidup dari tanah mereka sendiri.

Tim : Humas DPC APRI Sanggau

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini