Ketua DPC APRI Solok Apresiasi Respons Cepat Pemkab, Dorong Pemprov Sumbar Koordinasikan Penetapan WPR

0
72
  • LIDIKKRIMSUSNEWS.COM//Solok, 10 April 2025 —** Maraknya aktivitas pertambangan ilegal di Kabupaten Solok dan wilayah sekitarnya yang belakangan ini ramai diberitakan berbagai media nasional, mendapat tanggapan serius dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Asosiasi Pertambangan Rakyat Indonesia (APRI) Kabupaten Solok, Ossie Gumanti, yang menyampaikan apresiasinya terhadap respons cepat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Solok dalam menyikapi persoalan ini.

Dalam sambungan telepon kepada awak media **Indsatu.com**, Ossie menyebutkan bahwa fenomena *illegal mining* di Sumatera Barat, khususnya di Kabupaten Solok dan Kabupaten Solok Selatan, telah terjadi bak pergantian siang dan malam, terus berulang dan menjadi permasalahan yang kompleks. Oleh karena itu, perlu langkah serius dan terkoordinasi dari seluruh pihak, termasuk pemerintah provinsi.

“Saya selaku Ketua DPC APRI Kabupaten Solok sangat mengapresiasi langkah cepat Bupati dan Wakil Bupati, JFP–Candra, yang sangat responsif terhadap masukan dari masyarakat dan berbagai pihak. Kami dari APRI mendorong agar Pemkab Solok segera berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat untuk percepatan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di daerah-daerah yang memiliki potensi mineral tambang,” ujarnya.

**Penetapan WPR: Landasan Tata Kelola Tambang yang Legal dan Berkelanjutan**

Menurut Ossie, penetapan WPR menjadi syarat mutlak dalam menciptakan tata kelola pertambangan rakyat yang legal dan ramah lingkungan. Selain menjadi dasar untuk penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR), WPR juga berfungsi sebagai acuan untuk mengendalikan dampak lingkungan serta melindungi keselamatan para penambang.

Namun demikian, ia menekankan pentingnya survei potensi mineral sebelum penetapan WPR dilakukan. “Ketersediaan dan potensi mineral harus diperhatikan secara serius. Banyak pengusaha tambang rakyat yang telah menginvestasikan ratusan juta rupiah namun akhirnya merugi karena hasil tambang tak sesuai ekspektasi. Ini terjadi karena aktivitas tambang dilakukan tanpa dukungan teknologi yang memadai, sehingga kandungan mineral tidak terdeteksi secara akurat,” jelasnya.

**Perlunya Kajian Teknis dan Keterlibatan Semua Pihak**

Lebih jauh, Ossie menyampaikan bahwa APRI mendorong Pemerintah Provinsi Sumbar untuk melakukan kajian mendalam sebelum menetapkan WPR. Dengan demikian, para pelaku usaha yang akan mengajukan IPR sudah memiliki gambaran estimasi investasi, rencana kerja, serta perhitungan retribusi dan pajak yang akan dibayarkan.

Dari diskusi dengan para pelaku tambang, terutama sektor galian C dan mineral, menurutnya banyak yang sebenarnya ingin menjalankan usaha secara legal sesuai regulasi yang ada. Mereka ingin mengikuti aturan yang tertuang dalam keputusan Menteri ESDM dan peraturan pemerintah tentang WPR dan IPR.

“Kami ingin ada keseimbangan antara Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia. Jangan sampai tambang rakyat selalu menjadi dilema. Ketika pemerintah dan aparat penegak hukum bertindak tegas, masyarakat kehilangan pekerjaan. Tapi jika diberikan toleransi, lingkungan jadi rusak parah. Ini kenapa perlu diskusi bersama antara masyarakat adat, pemerintah, aparat penegak hukum, dan para penambang itu sendiri,” pungkas Ossie.

Dengan kolaborasi dan komunikasi yang baik antar seluruh elemen, APRI optimis bahwa pertambangan rakyat bisa dikelola secara legal, aman, dan berkelanjutan, sekaligus memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal.

tim redaksi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini