Pelanggaran Hukum dalam Aktivitas PETI di Sintang Menghancurkan Lingkungan, Merugikan Negara 

0
60

LIDIKKRIMSUSNEWS.COM //Sintang, 19 April 2025 – Maraknya aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di bantaran Sungai Kapuas, khususnya di wilayah Sungai Ana, Kecamatan Sintang, Kalimantan Barat, bukan hanya merupakan pelanggaran hukum yang terang-terangan, tetapi juga menjadi ancaman serius terhadap kelestarian lingkungan hidup serta keuangan negara. Kondisi ini mengundang keprihatinan mendalam dari berbagai pihak, mulai dari aktivis lingkungan hingga masyarakat sipil, yang merasa bahwa penegakan hukum terhadap aktivitas ilegal ini masih sangat lemah.

PETI dan Pelanggaran Terang-terangan terhadap Hukum APH Terkesan Tutup mata

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) telah dengan jelas mengatur bahwa setiap kegiatan pertambangan wajib memiliki izin resmi dari pemerintah. Namun realitanya, aktivitas PETI di Sintang tetap berlangsung secara masif tanpa izin. Pasal 158 dari undang-undang tersebut bahkan mengancam para pelaku dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda hingga Rp100 miliar. Namun, sejauh ini, sanksi hukum tersebut tampak tidak membuat jera atau menjadi penghalang bagi para pelaku.

Alih-alih menurun, aktivitas ilegal ini justru seolah dilanggengkan oleh sikap permisif dari pihak-pihak yang seharusnya menjadi penegak aturan. Tidak mengherankan jika kemudian muncul dugaan keterlibatan oknum aparat penegak hukum yang ‘bermain mata’ dengan para pelaku PETI.

Kerusakan Lingkungan yang Tak Terpulihkan

Dampak dari PETI jauh melampaui sekadar pelanggaran administratif. Ini adalah bencana ekologis yang terus menggerogoti masa depan lingkungan hidup Kalimantan Barat. Limbah beracun dari proses ekstraksi emas mencemari sungai, merusak ekosistem perairan, mengancam populasi ikan, serta menciptakan krisis air bersih bagi masyarakat sekitar. Padahal, Sungai Kapuas adalah salah satu sungai terpanjang dan terpenting di Indonesia, menjadi sumber kehidupan bagi jutaan orang.

Kerusakan tanah dan hutan yang ditinggalkan oleh aktivitas tambang ilegal ini juga memperbesar risiko bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Ironisnya, yang paling terdampak adalah masyarakat kecil yang tidak terlibat dalam aktivitas PETI, tetapi harus menanggung akibatnya.

Negara Rugi Triliunan, Rakyat Tidak Diuntungkan

Selain ancaman ekologis, PETI juga membawa dampak ekonomi yang tidak kalah serius. Aktivitas pertambangan ilegal berarti tidak adanya kontribusi dalam bentuk pajak maupun royalti ke kas negara. Ini tentu menjadi kerugian besar, mengingat sektor pertambangan seharusnya menjadi sumber pendapatan penting.

Kapolda Kalimantan Barat bahkan menyebut bahwa kerugian negara akibat PETI, khususnya yang melibatkan warga negara asing, bisa mencapai **Rp1 triliun**. Sebuah angka yang fantastis dan mencerminkan betapa masifnya aktivitas ilegal ini berjalan di bawah pengawasan yang lemah. Uang negara yang seharusnya digunakan untuk membangun sekolah, jalan, dan fasilitas kesehatan, justru hilang tanpa jejak di balik praktik tambang ilegal.

Masyarakat mulai bertanya-tanya, kemana aparat penegak hukum ketika aktivitas PETI berlangsung terang-terangan? Dugaan keterlibatan oknum aparat menjadi suara yang semakin keras terdengar. Kurangnya tindakan tegas, serta minimnya pengawasan terhadap aktivitas tambang liar, membuat publik semakin tidak percaya pada sistem penegakan hukum yang seharusnya melindungi rakyat dan lingkungan.

Sudah saatnya pemerintah pusat dan daerah menaruh perhatian lebih serius pada masalah ini. Penegakan hukum tidak bisa hanya menjadi wacana atau seremonial semata. Dibutuhkan tindakan nyata, bukan hanya kepada pelaku lapangan, tetapi juga pada pihak-pihak yang melindungi dan memfasilitasi aktivitas ilegal ini.

Masyarakat Kalbar  Tidak Bisa Diam

PETI bukan hanya masalah hukum dan lingkungan, tapi juga masalah keadilan sosial. Ketika kekayaan alam dikeruk tanpa izin dan hasilnya tidak dirasakan masyarakat, itu adalah bentuk nyata dari ketimpangan. Ketika sungai tercemar dan rakyat kehilangan air bersih karena keserakahan segelintir orang, maka negara punya kewajiban untuk turun tangan.

Masalah ini merupakan panggilan untuk kita semua, terutama mereka yang memiliki wewenang untuk bertindak jangan biarkan PETI terus menghancurkan Kalimantan Barat. Jangan biarkan hukum menjadi bahan olok-olok karena tidak ditegakkan. Dan jangan biarkan kerusakan lingkungan menjadi warisan kita kepada generasi mendatang.

Tim : LKRINEWS

Redaksi : AH

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini